Free Widgets

BERITA TERPANAS !!!!!!

Corat-Coret

Kamis, 19 Mei 2011

RSBI Tak Munculkan Prestasi

 

SURABAYA – Label Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ternyata masih belum menjanjikan prestasi. Sebanyak 92 SMA/SMK RSBI di Jatim nilai ujian nasional (UN) belum mendominasi untuk bisa mengalahkan siswa yang berasal dari sekolah reguler. Dari hasil UN diketahui  sekolah yang memiliki nilai rata-rata terbaik masih belum dikuasai sekolah berlabel RSBI terutama dari kota besar.
Nilai rata-rata  tertinggi tingkat SMK dipegang SMK Taruna, Tarik Kabupaten Sidoarjo, SMK Mahardika Malang, dan SMKN 2 Buduran, Sidoarjo. Sedangkan untuk tingkat SMA dipegang SMAN I Manyar Gresik, SMAN I Bangil, Pasuruan dan SMAN 5, Malang. Dari sekolah tersebut, baru tiga sekolah yakni SMAN 1 Manyar, Gresik, SMAN 5 Malang, dan SMKN 2 Buduran, Sidoarjo yang menyandang status RSBI.
“Semua prestasi terbaik memang tidak dipegang sekolah RSBI, ada juga sekolah reguler. Memang RSBI masih belum besar pengaruhnya,” kata Harun, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim, Kamis (19/5).
Harun menjelaskan, belum menonjolnya prestasi RSBI dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya  lantaran keberadaan RSBI yang masih baru. Namun ia meyakini dalam perjalanan nanti, RSBI akan memiliki kelebihan dalam dunia pendidikan. Sesuai dengan rancangan yang ada, kelebihan RSBI akan difokuskan kepada tingkat kepandaian berbahasa secara internasional. Harun juga menyesalkan mengapa nilai rataan siswa RSBI masih kalah dengan sekolah reguler. “Kami fokuskan kelebihan RSBI akan berada di tingkat bahasa internasional,” katanya.
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Kota Surabaya. Dari 10 RSBI SMA/SMK di Surabaya tidak ada yang menyabet deretan peringkat terbaik se-Jatim. Padahal, keberadaan RSBI Surabaya yang paling banyak. Kondisi ini menunjukan kalau sistem yang dipergunakan Dispendik Kota Surabaya harus dievaluasi. Pasalnya, siswa yang masuk RSBI di Surabaya digratiskan secara keseluruhan.
Kepala Dispendik Kota Surabaya Sahudi mengaku, kalau hasil UN tidak bisa dijadikan acuan kegagalan keberadaan RSBI. Sebab, masih banyak tolak ukur keberhasilan RSBI, misalnya beberapa RSBI yang memenangi lomba kompetensi siswa (LKS) tingkat Jatim. Meski demikian, kata Sahudi, kegagalan RSBI mendapatkan prestasi terbaik dalam UN kali ini akan dijadikan acuan untuk evaluasi.  “Kami memang kalah bersaing. Persaingan sekolah kan banyak. Jelas akan kita evaluasi, tetapi bukan hanya keberadaan RSBI,” katanya.

Nilai Hilang
Sementara itu, misteri mengenai hilangnya sejumlah siswa di SMKN 5 Surabaya terkuak. Pihak Dispendik Jatim menyatakan penyebabnya adalah siswa dinyatakan tidak naik kelas dari kelas 3 ke kelas 4. Ini karena SMKN 5 adalah sekolah yang menggunakan sistem belajar selama 4 tahun. Artinya mereka sudah mengikuti UN tahun 2010 lalu. Harun menyebutkan belakangan ternyata diketahui jika siswa tersebut memang tidak lulus lantaran nilai sekolahnya jeblok, mereka tidak naik kelas.   “Kami komitmen akan menyelesaikan persoalan ini. Tim pengawas dari Unesa-pun sudah saya minta untuk menyelesaikan kasus ini,” katanya.
Saat ini, ungkapnya, pihaknya masih menelusuri nilai UN milik 12 siswa lainnya. Penelusuran dilakukan melalui tim scanning LJUN yang dilakukan kalangan PTN serta Puspendik Kementerian Pendidikan Nasional. Ke-12 siswa yang hingga kini belum menerima nilai UN, yakni terdiri dari 5 siswa SMA/MA dan 7 siswa SMK.
Sebelumnya Data di Dindik Jatim terdapat 40 siswa SMA/MA/SMK yang masih bermasalah. Sebanyak 12 siswa nilainya bermasalah karena siswa salah mencantumkan kode maupun program di Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) saat UN berlangsung. Namun keberadaan nilai siswa-siswa ini masih terus dicari.
Para siswa ini tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Jatim. Misalnya, siswa Biyan Fanata dari SMAN 1 Paciran Lamongan yang seluruh nilai UN-nya tidak muncul. Meski begitu, Harun meminta agar para siswa tidak cemas. Sebab, nilai tersebut pasti akan segera ditemukan. Jika  benar siswa tersebut benar-benar mengikuti UN.
“Kami targetkan dalam seminggu ini sudah selesai. Kita tidak ingin para siswa cemas dan dirugikan. Kita juga sudah melaporkannya ke Puspendik,” tuturnya.
Sementara, Kepala SMKN 5 Surabaya Abdul Rofiq mengaku masih mengalami kebingungan mengenai kasus tersebut. Namun pihaknya tetap akan memperjuangkan nilai siswanya yang tidak sesuai. Terlebih lagi, beberapa anak didiknya sedang dipanggil oleh beberapa perusahaan otomotif. “Memang 28 siswa kami tidak naik kelas. Namun saya akan meminta kejelasan nilai UN siswa yang tidak sesuai,” katanya.
Rofiq menerangkan, di antara siswa yang tidak sesuai nilainya adalah, Faisol Arif. Tertulis nilai UN Bahasa Indonesia 1,20. Padahal nilai yang sebenarnya 7,60. Begitu juga Dody Setiawan nilainya 3,00 yang semestinya 6,20.“Ini jelas merugikan siswa, mereka kan masih seleksi kerja, kan kasihan kalau nanti berpengaruh,” katanya. yop
.............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KESAN DAN PESAN